Today is 121th days after my Video titled The End of Islam disseminated, apparently none of the Indonesian Muslim leaders who deny or angry. Do not doubt let's continue spreading the video until Islam vanished from the earth. Consider the following developments.
TEMPO.CO,
Yogyakarta - Indonesia difficulty paying ransoms (diyat) for Indonesian Workers
were threatened with the death penalty in Saudi Arabia. Diyat must be paid to
avoid Indonesian workers who are charged of murder not sentenced to death or get leniency.
Head
of the National Agency for the Placement and Protection of Indonesian Migrant
Workers (BNP2TKI) Jumhur Hidayat said there are 23 workers who are now facing
the death penalty in Saudi Arabia because the accused involved in the murder.
They are expecting help diyat. The thing is, "The government's difficulty
raising funds," said Jumhur after signing a memorandum of understanding
with the Indonesian Red Cross (PMI) at Rich Hotel Yogyakarta, Friday, February
22, 2013.
One
of the workers who threatened sentenced to death from Ungaran, Central Java.
Satinah, the name of that migrant worker, under sentence of death for murder in
Saudi Arabia. Salinah in difficulty paying diyat seven million real (around Rp
21 million) which demanded by the victim's family. »The deadline is June. There
is now a Saudi Arabia who is generous helping of one million rials, "said
Jumhur.
PMI
Chairman Jusuf Kalla said there are two criteria for a murder committed migrant
workers abroad. First, the killing in self-defense or necessity. Second, for
the crime of murder. »Killing in self-defense that should be defended by
providing diyat," Kalla said.
n
a civilized society murder is a criminal event that should be handled by the
state, there should be no interference from the victim's family. The existence
of diyat which may be asked by the family of the victim based on BARBARIC LAW
made by Muhammad illiterate Arab who claimed prophet written in the Qur'an.
As
a civilized society, people of Indonesia should dare to say to hell with diyat
and demanded that the government of Saudi Arabia to apply law that civilized.
If the Government of Saudi Arabia does not want to apply the civilized law,
Indonesia must have the courage to follow steps taken by Sri Lanka withdraw
Indonesia ambassadors from Saudi Arabia.
Jusuf
Kalla, who many hailed as a decisive leader, even willing to pay diyat, as well
Jumhur Hidyat. They are both ex member of HMI (Islamic Student Association) and
they did not dare to defend the interests of our nation even bend their knees
before the interests of Saudi Arabia.
***
Jusuf
Kalla dan Jumhur Hidayat yang HMI bertekuk lutut di hadapan Arab Saudi, hari ke-121 setelah Vidio Akhir dari Islam
Hari ini adalah hari ke-121 setelah Vidio berjudul Akhir dari Islam saya sebarluaskan, ternyata
tidak ada satu pun tokoh Islam Indonesia yang membantah atau marah. Ayo jangan
ragu lagi terus sebarkan vidio tersebut sampai Islam hilang dari muka bumi.
Perhatikan perkembangan berikut.
TEMPO.CO,
Yogyakarta - Pemerintah Indonesia kesulitan
membayar uang tebusan (diyat) bagi Tenaga Kerja Indonesia yang terancam hukuman
mati di Arab Saudi. Diyat dibayarkan agar TKI yang didakwa melakukan pembunuhan
tidak dihukum mati atau mendapatkan keringanan hukuman.
Kepala
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)
Jumhur Hidayat mengatakan, kini ada 23 TKI yang terancam hukuman mati di Arab
Saudi karena didakwa terlibat pembunuhan. Mereka sangat mengharapkan
bantuan diyat. Masalahnya, "Pemerintah kesulitan menggalang dana
itu,” kata Jumhur seusai meneken nota kesepahaman dengan Palang Merah
Indonesia (PMI) di Hotel Rich Yogyakarta, Jumat 22 Februari 2013.
Salah
seorang TKI yang terancam dihukum mati berasal dari Ungaran, Jawa Tengah.
Satinah, nama buruh migran itu, terancam hukuman mati karena terlibat
pembunuhan di Arab Saudi. Salinah kesulitan membayar diyat sebesar tujuh
juta real (sekitar Rp 21 juta) yang dituntut keluarga korban. »Batas
waktunya Juni mendatang. Saat ini sudah ada dermawan Arab Saudi yang membantu
satu juta real,” kata Jumhur.
Ketua
Umum PMI Jusuf Kalla mengatakan ada dua kriteria pembunuhan yang dilakukan TKI
di luar negeri. Pertama, pembunuhan untuk membela diri atau terpaksa. Kedua,
pembunuhan untuk kejahatan. »Membunuh untuk membela diri itu yang patut dibela
dengan menyediakan diyat,” kata Kalla.
Di
dalam masyarakat BERADAB pembunuhan adalah peristiwa kriminal yang harus
ditangani oleh negara, tidak boleh ada campur tangan keluarga korban. Adanya
diyat yang boleh diminta oleh keluarga korban berdasar HUKUM BIADAB buatan
Muhammad Arab buta huruf yang mengaku nabi yang ada di dalam Alquran.
Sebagai
masyarkat BERADAB, orang Indonesia harus berani mengatakan persetan dengan
diyat dan menuntut pemerintah Arab Saudi menerapkan hukum yang BERADAB. Jika
Pemerintah Arab Saudi tidak mau menerapkan HUKUM yang BERADAB, Indonesia harus
berani mengikuti langkah Sri Lanka yaitu
menarik duta besar Indonesia dari Arab Saudi.
Jusuf
Kalla yang banyak disanjung sebagai pemimpin yang tegas, malah bersedia
membayar diyat demikian juga Jumhur Hidyat. Mereka berdua adalah HMI dan mereka
tidak berani membela kepentingan bangsa sendiri malah bertekuk lutut di hadapan
kepentingan Arab Saudi.
No comments:
Post a Comment