Saturday 23 February 2013

Jusuf Kalla and Jumhur Hidayat ex HMI member bend their knees in front of Saudi Arabia, the 121th day after Video The End of Islam


Today is 121th days after my Video titled The End of Islam disseminated, apparently none of the Indonesian Muslim leaders who deny or angry. Do not doubt let's continue spreading the video until Islam vanished from the earth. Consider the following developments.

TEMPO.CO, Yogyakarta - Indonesia difficulty paying ransoms (diyat) for Indonesian Workers were threatened with the death penalty in Saudi Arabia. Diyat must be paid to avoid Indonesian workers who are charged of murder not  sentenced to death or get leniency.

Head of the National Agency for the Placement and Protection of Indonesian Migrant Workers (BNP2TKI) Jumhur Hidayat said there are 23 workers who are now facing the death penalty in Saudi Arabia because the accused involved in the murder. They are expecting help diyat. The thing is, "The government's difficulty raising funds," said Jumhur after signing a memorandum of understanding with the Indonesian Red Cross (PMI) at Rich Hotel Yogyakarta, Friday, February 22, 2013.

One of the workers who threatened sentenced to death from Ungaran, Central Java. Satinah, the name of that migrant worker, under sentence of death for murder in Saudi Arabia. Salinah in difficulty paying diyat seven million real (around Rp 21 million) which demanded by the victim's family. »The deadline is June. There is now a Saudi Arabia who is generous helping of one million rials, "said Jumhur.

PMI Chairman Jusuf Kalla said there are two criteria for a murder committed migrant workers abroad. First, the killing in self-defense or necessity. Second, for the crime of murder. »Killing in self-defense that should be defended by providing diyat," Kalla said.

n a civilized society murder is a criminal event that should be handled by the state, there should be no interference from the victim's family. The existence of diyat which may be asked by the family of the victim based on BARBARIC LAW made by Muhammad illiterate Arab who claimed prophet written in the Qur'an.

As a civilized society, people of Indonesia should dare to say to hell with diyat and demanded that the government of Saudi Arabia to apply law that civilized. If the Government of Saudi Arabia does not want to apply the civilized law, Indonesia must have the courage to follow steps taken by Sri Lanka withdraw Indonesia ambassadors from Saudi Arabia.

Jusuf Kalla, who many hailed as a decisive leader, even willing to pay diyat, as well Jumhur Hidyat. They are both ex member of HMI (Islamic Student Association) and they did not dare to defend the interests of our nation even bend their knees before the interests of Saudi Arabia.

 
 ***

Jusuf Kalla dan Jumhur Hidayat yang HMI bertekuk lutut di hadapan Arab Saudi, hari ke-121 setelah Vidio Akhir dari Islam

Hari ini adalah hari ke-121 setelah Vidio berjudul Akhir dari Islam saya sebarluaskan, ternyata tidak ada satu pun tokoh Islam Indonesia yang membantah atau marah. Ayo jangan ragu lagi terus sebarkan vidio tersebut sampai Islam hilang dari muka bumi. Perhatikan perkembangan berikut.

TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Indonesia kesulitan membayar uang tebusan (diyat) bagi Tenaga Kerja Indonesia yang terancam hukuman mati di Arab Saudi. Diyat dibayarkan agar TKI yang didakwa melakukan pembunuhan tidak dihukum mati atau mendapatkan keringanan hukuman.  

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengatakan, kini ada 23 TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi karena didakwa  terlibat pembunuhan. Mereka sangat mengharapkan bantuan diyat. Masalahnya,  "Pemerintah kesulitan menggalang dana itu,” kata Jumhur seusai meneken nota kesepahaman dengan Palang Merah Indonesia (PMI) di Hotel Rich Yogyakarta, Jumat 22 Februari 2013.

Salah seorang TKI yang terancam dihukum mati berasal dari Ungaran, Jawa Tengah. Satinah, nama buruh migran itu, terancam hukuman mati karena terlibat pembunuhan di Arab Saudi.  Salinah kesulitan membayar diyat sebesar tujuh juta real (sekitar Rp 21 juta) yang dituntut keluarga korban.  »Batas waktunya Juni mendatang. Saat ini sudah ada dermawan Arab Saudi yang membantu satu juta real,” kata Jumhur.

Ketua Umum PMI Jusuf Kalla mengatakan ada dua kriteria pembunuhan yang dilakukan TKI di luar negeri. Pertama, pembunuhan untuk membela diri atau terpaksa. Kedua, pembunuhan untuk kejahatan. »Membunuh untuk membela diri itu yang patut dibela dengan menyediakan diyat,” kata Kalla.

Di dalam masyarakat BERADAB pembunuhan adalah peristiwa kriminal yang harus ditangani oleh negara, tidak boleh ada campur tangan keluarga korban. Adanya diyat yang boleh diminta oleh keluarga korban berdasar HUKUM BIADAB buatan Muhammad Arab buta huruf yang mengaku nabi yang ada di dalam Alquran.

Sebagai masyarkat BERADAB, orang Indonesia harus berani mengatakan persetan dengan diyat dan menuntut pemerintah Arab Saudi menerapkan hukum yang BERADAB. Jika Pemerintah Arab Saudi tidak mau menerapkan HUKUM yang BERADAB, Indonesia harus berani mengikuti langkah Sri Lanka yaitu  menarik duta besar Indonesia dari Arab Saudi.

Jusuf Kalla yang banyak disanjung sebagai pemimpin yang tegas, malah bersedia membayar diyat demikian juga Jumhur Hidyat. Mereka berdua adalah HMI dan mereka tidak berani membela kepentingan bangsa sendiri malah bertekuk lutut di hadapan kepentingan Arab Saudi.


No comments:

Post a Comment